Keberadaan studi teater di sekolah ini bisa saja dijadikan embrio untuk pembentukan sanggar teater sekolah. Selain hal itu bertujuan untuk mengembangkan dunia teater di daerah setempat, studi teater ini dapat sebagai tempat menyalurkan bakat dan minat siswa-siswa di sekolah. Teater
sekolah, selain sebagai media penyaluran minat bakat siswa, serta
sebagai kawah Chandradimuka pembentukan kepribadian (Character
Buildings), proses latihan teater yang kompleks, nyata-nyata selaras dengan Taksonomi Blooms. Simak saja contoh-contoh dalam latihan-latihan dasar yang berkenaan dengan pengembangan kemampuan Kognitif, mulai dari reading, menghafal naskah, dan lain sebagainya sampai kepada kemampuan bedah naskah dan analisis pemeranan. Berkenaan dengan kemampuan Afektif, mulai dari prev, olah
rasa, kontemplasi, observasi dan lainsebagainya sampai kepada
kemampuan menghayati tokoh cerita dalam naskah. Demikian pula halnya
kemampuan Psikomotorik, mulai dari pemanasan, olah tubuh, olah vokal, mimik, pose, gesture, pantomim, moving, grouping dan lain sebagainya sampai kepada blocking pementasan. Sementara
itu, dari sisi produksi, kemampuan menejerial, kerjasama tim, beserta
lika-liku penyelenggaraan pementasan, adalah laboratorium lengkap bagi
pengembangan nilai-nilai moral, mental, spiritual dan intelektual siswa. Penulis
melihat sendiri kebergairahan teater di kalangan pelajar ini ketika
menjadi pengajar mata pelajaran teaterdi SMA Negeri 1 Cibeber. Bukankah
perkembangan teater di Indonesia dimulai dari kaum terpelajar di kota?
Ya, mereka berteater sebelum pemerintah memberlakukan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) ataupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Kurikulum boleh berubah, namun semangat mereka berteater patut diberi
acungan jempol. Strategi Pembelajaran Kegiatan
seni pada praktiknya tidak dapat dipisahkan dari segala aktivitas
manusia. Ia merupakan gambaran umum tentang betapa pentingnya manusia
memiliki rasa seni. Seni Budaya merupakan suatu keahlian mengekspresikan
ide-ide dan pemikiran estetika, termasuk mewujudkan kemampuan dan
imajinasi penciptaan benda, suasana, atau karya yang mampu menimbulkan
rasa indah sehingga menciptakan peradaban manusia yang selalu mencintai
keindahan. Kita
selalu hidup bermasyarakat. Dalam lingkungan tersebut, diperlukan
penciptaan tatanan estetis. Siswa merupakan calon-calon pelaku dalam
kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, mereka perlu memiliki bekal
kepekaan estetis dan sense of art dalam menyikapi lingkungannya. Untuk
memiliki kepekaan estetis yang sesuai dengan peradaban manusia
seutuhnya, diperlukan praktik-praktik langsung pada pengalaman
berkesenian dalam lingkungan yang kondusif dan sarat dengan budaya
pendidikan dan toleransi. Satu di antara banyak usaha yang perlu
dilakukan untuk memenuhi harapan tersebut adalah dengan melalui
pendekatan praktik. Pendekatan
praktik dalam pembelajaran Seni Budaya ini merupakan amanah dari
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sebagaimana tercantum dalam
KTSP. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar KTSP 2006 dikembangkan
untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan,
keterampilan, keahlian bertahan hidup, dan pengalaman belajar yang
membanugin integritas sosial serta mewujudkan karakter nasional. Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar ini juga memudahkan guru dalam
menyajikan pengalaman belajar yang sejalan dengan prinsip belajar
sepanjang hayat, mengacu pada empat pilar
pendidikan universal, yaitu belajar mengetahui, belajar melakukan,
belajar menjadi diri sendiri, dan belajar hidup dalam kebersamaan. Di
dalam Pembelajaran Seni Budaya (Teater), sebenarnya hanya berisikan dua
standar kompetensi, yaitu mengapresiasi karya seni teater dan
mengekspresikan diri melalui pertunjukan teater. Standar kompetensi ini
berlaku untuk semua tingkatan atau jenjang pendidikan di sekolah.
Sedangkan kompetensi dasar hanya dibedakan pada bentuk tradisional
(semester ganjil) dan non-tradisional (semester genap). Pada
standar kompetensi mengapresiasi karya seni teater masing-masing
jenjang sekolah, hanya terdapat tiga kompetensi dasar, yaitu: 1)
mengidentifikasi makna, simbol/ filosofi, serta
peran teater (tradisional/nontradisional) dalam konteks kehidupan budaya
masyarakat, 2) menunjukkan kualitas estetis teater
(tradisional/nontradisional) Nusantara berdasarkan pengamatan terhadap
pertunjukan, dan 3) menunjukkan pesan moral (kearifan lokal) teater
(tradisional/nontradisional) Nusantara. Untuk
memperoleh standar kompetensi dan kompetensi dasar ini, siswa tentu
saja harus diajak langsung menonton atau menyaksikan pertunjukan teater. Pertunjukan
teater ini bisa saja terjadi di lapangan terbuka dekat kediaman siswa,
pasar, gedung kesenian, bahkan film dan sinetron serta pertunjukan
teater tradisional di televisi. Sebelum menonton, siswa perlu dibekali
secara singkat tentang pemahaman dasar teater, bentuk-bentuk teater,
jenis-jenis teater, aliran teater, dan fungsi teater. lalu, siswa diberi
tahu tentang beberapa kriteris atau objek pengamatan ketika ia menonton
pertunjukan teater. laporan pengamatan inilah yang dijadikan untuk
melihat keberhasilan siswa dalam melakukan apresiasi. Tulisan hasil observasi itu, menguraikan hal-hal berikut.
a. judul naskah teaternya;
b. penulis naskah dan sutradaranya;
c. susunan tim produksi dan tim artistik yang terlibat di dalam pergelaran;
d. Jumlah pemainnya (wanita dan pria);
e. Tata rias dan kostum yang digunakan;
f. Iringan yang digunakan (jika ada);
g. Setting panggungnya;
h. Tata pencahayaannya;
i. Lama pergelarannya;
j. Peralatan yang digunakan;
k. Keunikan-keunikan yang dijumpai selama pertunjukan; dan
l. Pesan moral yang ingin disampaikan dari pergelaran teater
Dari
apresisasi itulah, siswa kemudian dimotivasi bahwa mereka sebenarnya
dapat melakukan seperti apa yang ditontonnya. Di sinilah guru dapat
memasuki standar kompetensi yang kedua (mengekspresikan diri melalui
pertunjukan teater). Pada standar kompetensi ini, terdapat tiga
kompetensi dasar yang mendidik siswa menjadi calon aktor, yaitu 1)
latihan dasar teater (olah tubuh, olah vokal, olah rasa, olah sukma,
olah pentas), 2) merancang pergelaran teater dengan membentuk
kepanitiaan yang menangani artistik dan non-artistik, dan 3) melakukan kerja sama tim dalam satu pertunjukan teater. Untuk
standar kompetensi ini, siswa tentu saja diajak dan dilatih dasar
teater. ada banyak catra untuk melatih siswa mengenal teknik dasar
teater. di antaranya adalah seperti di bawah ini.
1. Membaca Puisi
Calon
aktor perlu membaca puisi dengan suara lantang. Manfaatnya untuk
melatih vokal supaya terbiasa melakukan perubahan nada suara sebagai
akibat adanya perubahan perasaan dalam berbagai situasi. Perubahan nada
suara akibat perubahan situasi itu tentu saja akan disertai perubahan
ekspresi wajah. Mungkin
dengan tidak terasa akan disertai pula gerakan anggota tubuh, terutama
tangan. Dengan cara begitu, calon aktor dapat mengekspresikan perasaan
tokoh yang dimainkannya melalui suara, ekspresi wajah, dan gerak-gerik
tubuh dengan penghayatan.
2. Menirukan Binatang
Calon
aktor mencoba menirukan gerakan khas macam-macam binatang. Bila
menirukan kera, gerakan anggota tubuhnya, ekspresi wajahnya, dan
suaranya harus seperti kera. Dengan cara seperti itu, calon aktor
mencoba memerankan tokoh meskipun tokoh yang diperankannya itu binatang.
3. Menirukan Orang
Calon
aktor mencoba menirukan orang yang sudah dikenalnya. Lebih baik lagi
kalau orang yang ditirukan itu juga sudah dikenal teman-temannya. Dengan
begitu, temannya dapat menebak orang yang ditirukannya itu. bila
temannya dapat menebak, berarti cara menirukannya sudah baik.
Sebaliknya, bila temannya belum dapat menebak, upaya menirukan itu harus
diulang.
-- Written By : Wisnu Wirandi, S.Sn --
|
Post a Comment for "PERTUNJUKAN RESITAL TEATER SMAN 1 CIBEBER 20 Februari 2016"